Rekam Jejak #cagubsumut Edy Rahmayadi
Berbeda dengan bakal calon gubernur lainnya, Edy Rahmayadi mengawali karirnya dari militer. Edy juga pernah memimpin Sumatera Utara pada periode sebelumnya yaitu 2018 hingga 2023.
Seperti umumnya perwira menengah, Edy Rahmayadi mengawali karir sebagai komandan peleton di beberapa kesatuan militer Angkatan Darat hingga kemudian ia sampai di puncak karirnya sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat pada tanggal 25 Juli 2015 dengan pangkat Mayor Jenderal.
Edy tercatat pernah tergabung dalam operasi Seroja untuk menumpas pemberontakan di Timor Timur bersama-sama dengan Prabowo Subianto. Hal itu mungkin menjadi salah satu sebab mengapa ia mendapat dukungan dari Prabowo Subianto untuk menjadi calon gubernur Sumatera Utara pada tahun 2018.
Pada tahun 2016, dalam usianya yang ke-55 tahun, Edy yang masih menjabat sebagai Pangkostrad ditunjuk menjadi ketua PSSI.
Merasa karir militernya sudah mentok, dan karir di luar militer lebih menjanjikan, dua tahun kemudian Edy akhirnya memilih untuk meletakkan jabatannya sebagai Pangkostrad untuk berkonsentrasi total dalam pilgub Sumut.
Berpasangan dengan Musa Rajekshah yang didukung penuh oleh Golkar serta 5 partai politik lain, yakni Gerindra, PKS, PAN, Nasdem dan Hanura dengan total 60 kursi di DPRD Sumut. Edy kemudian berhadapan dengan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus yang diusung oleh PDIP dan PPP yang memiliki 20 kursi di DPRD Sumut pada tahun 2018.
Belakangan karena kegagalan pasangan JR Saragih dan Ance Sailan dalam melengkapi berkas, yang kemudian dinyatakan ditolak oleh KPU, rombongan parpol pendukung Edy-Musa membengkak dengan bergabungnya Demokrat dan PKB sehingga total kursi pendukung yang ada di DPRD menjadi 77 kursi.
Namun Djarot yang terkenal berhasil menyulap Kota Blitar dari kota termiskin menjadi kota terkaya kedua di Jawa Timur akhirnya terjungkal karena sentimen Putra Daerah yang kerap digaungkan oleh tim pemenangan Edy Rahmayadi.
Padahal sebelumnya, status Edy yang dianggap bukan putra daerah asli karena lahir di Aceh sempat menjadi isu hangat di tengah masyarakat. Edy Rahmayadi adalah anak dari almarhum Kapten TNI Rachman Ishaq, warga kota Medan. Rachman merupakan putra Melayu Deli dan ibunya bersuku Jawa. Edy lahir di Aceh karena ayahnya Rachman saat itu memang ditugaskan ke sana.
Selain itu, mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah konferensi pers pernah melontarkan bahwa ia menemukan aparat TNI, BIN, dan Polri tidak jujur dan tidak netral dalam pilkada 2018. Bahkan dirinya mempersilahkan jika ada pihak yang ingin menangkapnya atas pernyataannya tersebut. Hal itu sontak memperluas dukungan masyarakat kepada Edy Rahmayadi termasuk swing voter.
Di saat bersamaan diadakan Kongres Umat Islam yang digelar di Medan dan dihadiri tokoh-tokoh partai politik bernuansa Islam seperti Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra, hingga Gatot Nurmantyo. Kongres reigius yang awalnya tidak ada agenda membahas dinamika politik akhirnya terbawa arus dengan mengeluarkan piagam dengan salah satu poin yang memberi pengaruh kuat posisi Edy-Musa yang menganjurkan pemilih untuk memilih pasangan calon islam-islam.
Sukses terpilih menjadi gubernur pada tahun 2018, Edy tak juga melepas jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI. Masyarakat yang mulai gelisah terutama pecinta sepakbola nasional mulai mempermasalahkan rangkap jabatan yang diembannya. Memimpin daerah yang penuh dengan masalah sambil mengurusi persepakbolaan nasional yang carut marut. Edy sempat disalahkan atas kekalahan Tim Garuda yang tak lolos penyisihan group piala AFF tahun 2018.
Hingga kemudian dalam kongres tahunan PSSI tanggal 19 January 2019 di Nusa Dua Bali Edy Rahmayadi kemudian menyatakan pengunduran dirinya dari pemegang kekuasaan tertinggi persepakbolaan nasional.
Hubungan Edy dan Gerindra sempat mesra pada tahun 2018. Gerindra adalah partai pertama yang memberikan gerbong untuk dinaiki Edy menuju Sumut 1. Bahkan Prabowo mengatakan Edy tak perlu keluar duit untuk jadi gubernur Sumut jika bergabung di partainya.
Tapi belum usai masa jabatannya sebagai Gubernur Sumatera Utara, Edy kemudian berbalik arah dengan mendukung pasangan rival Prabowo yaitu Anies-Muhaimin dengan alasan memiliki nafas yang sama yaitu perubahan.
Tak tanggung-tanggung ia ditunjuk sebagai Ketua Tim Pemenangan Daerah Anis-Muhaimin. Edy bahkan sempat sesumbar akan memperoleh 70 persen suara di Sumut untuk mengalahkan Prabowo. Edy pun sempat mengkritik posisi Prabowo yang menjadi Menhan dari kalangan militer.
Namun, yang terjadi malah sebaliknya, Gerindra menang telak di Sumatera Utara.
Di akhir masa jabatan Edy Rahmayadi, Sugiat Santoso Sekretaris DPD Gerindra Sumut membedah carut marut kepemimpinan mantan Panglima Kodam I Bukit Barisan itu dan merasa berdosa karena telah mendukungnya pada tahun 2018 lalu. Edy dinilai tak mampu menyusun jabatan definitif dalam beberapa posisi di lingkungan Pemprov Sumut.
Delinews24.net adalah media berita online yang berada dibawah manajemen PT. Deli Cyber Corp Sumatera Utara.