Kardus-kardus 17 Agustus
Kardus-kardus dengan tema sumbangan 17 Agustus kian marak menjelang peringatan #harikemerdekaan .Banyak yang masih keliru untuk memaknai hari kemerdekaan dan tampaknya miskonsepsi itu diwariskan dari generasi ke generasi.
Kian kemari #perayaan17agustus seolah menjadi sebuah ajang pesta tanpa makna. Rendahnya literasi pemahaman sejarah semakin memperparah keadaan dengan minimnya edukasi dari aparat pemerintah tentang hakikat memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus.
Apalagi, pemerintah selama ini tidak pernah secara lugas meletakkan klausul yang jelas dalam peraturan perayaan hari kemerdekaan mengenai sumber dana perayaan 17 Agustus mulai tingkat kecamatan hingga tingkat kampung.
Seringkali dalam Surat Keputusan mengenai perayaan disebutkan bahwa dana yang digunakan dibebankan dari ‘sumbangan yang tidak mengikat’. Kalimat ini kemudian dimaknai dengan bebas oleh masyarakat. Bahwa sumbangan dapat dipungut kepada siapa saja dan dimana saja, dan, tentu saja dengan pertanggungjawaban yang seringkali tak jelas.
Kalimat tersebut menjadi bola liar yang bisa saja melegitimasi sumbangan yang tidak mengikat namun dengan bayang-bayang sanksi sosial jika ada yang menolaknya.
Kalimat itu juga dapat dimaknai sebagian orang yang lebih memilih untuk meminta-minta ketimbang menciptakan kreatifitas yang memiliki dampak ekonomi yang menguntungkan kedua belah pihak, baik panitia 17-an maupun masyarakat yang ikut merayakan.
Merayakan hari kemerdekaan tak hanya identik dengan menghias kampung dan aneka kegiatan yang relevan dengan hari kemerdekaan.
Menghayati esensi kemerdekaan yang dibungkus dengan kegiatan edukatif dan pertunjukan budaya kini semakin jarang. Selain alasan biaya yang tak mencukupi, partisipasi individu yang memiliki kapasitas dalam kegiatan semacam itu juga semakin berkurang.
Bukankah kegiatan perayaan hari kemerdekaan sudah lebih dari 70 tahun kita rayakan, masak sih polanya tidak berubah dalam hal pengumpulan dana? Atau konsepsi yang salah yang diturunkan dari generasi ke generasi selama ini tentang hari kemerdekaan?
Namun, tidak tertutup kemungkinan untuk kembali menghidupkannya lagi. Banyak instrumen yang bisa digunakan dalam hal pembiayaan kegiatan tanpa memberatkan warga.
Misalnya saja menawarkan produk maupun jasa dimana manajemennya bisa lebih rapi mulai proses produksi hingga tahap konsumsi yang mana hasilnya langsung dibukukan. Atau bisa juga dengan kegiatan rutin bulanan yang disponsori oleh merk tertentu dengan kesepakatan bersama hasilnya nanti digunakan untuk peringatan hari kemerdekaan. Apapun bentuk kegiatannya bisa dilakukan jauh-jauh hari dengan berasimilasi dalam berbagai kegiatan tingkat desa.
Saat ini ekonomi kita tidak baik-baik saja. Ribuan PHK melanda nyaris semua sektor terpukul. Daya beli menurun, kriminalitas meningkat, ketidakadilan merajalela dan ketidakstabilan politik terus bergejolak.
Tren ini terus meningkat tahun ke tahun dan nampaknya tidak ada solusi yang efektif dari pemerintah selain terus melahirkan aturan yang semakin membebani masyarakat.
Sebagai media yang ikut mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, kami mengulas hal ini bermaksud mengajak semuanya untuk lebih baik dalam memaknai hari kemerdekaan.
Bahwasanya 17 Agustus selayaknya bagi kita untuk mengingati jasa-saja para pahlawan yang sudah menyumbangkan jiwa dan raga mereka dengan mengisinya dengan hal-hal yang tidak membuat mereka kecewa.
Menjadi manusia Indonesia yang maju, lebih cerdas dan melek sejarah merupakan salah satu wujud perbuatan baik kita sebagai bentuk rasa terimakasih kepada para pahlawan kemerdekaan.
Mencegat masyarakat di jalan untuk mendapatkan sumbangan merupakan tindakan cukup beresiko. Terutama bagi pengguna jalan dan orang yang meminta sumbangan.
Pola ini dapat diganti dengan koordinasi dengan aparat desa setempat agar tidak terjadi kesalahpahaman antar sesama masyarakat.
Ngomong-ngomong tentang dana 17-an di tingkat pemerintahan desa, rasanya seperti membicarakan hantu. Sering jadi buah bibir, namun sulit untuk diungkap keberadaannya. Hanya sedikit desa yang terus terang tentang hal yang sesungguhnya mengenai dana 17-an.
Bahkan seringkali diduga sengaja dibaurkan dengan anggaran pengeluaran kebutuhan lain yang mirip demi menjemput peluang masuknya sumbangan dari pihak ketiga dengan proposal 17-an.
Di tingkat kecamatan beda lagi. Contohnya ini. Disini disebutkan sumber dana berasal dari sumbangan yang tidak mengikat, namun kenyataannya pihak Kecamatan malah membebani pemerintah desa dengan meminta partisipasi sumbangan dengan nilai yang sudah ditentukan dengan alasan untuk pembiayaan anggota Pasukan Pengibar Bendera.
Sangat disayangkan jika bonus demografi yang diandalkan menyongsong Indonesia Emas itu hanya dibekali kardus kosong dan disuruh turun ke jalan.
Delinews24.net adalah media berita online yang berada dibawah manajemen PT. Deli Cyber Corp Sumatera Utara.